BANGKALAN, KOREK.ID – Petani di Desa Paoran Kecamatan Kwanyar, keluhkan kelangkaan pupuk, ketersediaan pupuk subsidi jenis UREA di Distributor dan kios sulit didapatkan oleh petani pada musim penghujan Januari 2024.
Kelangkaan tersebut dirasakan oleh Nasiri, petani Desa Paoran, Kecamatan Kwanyar tersebut mengeluh kesulitan mendapatkan pupuk subsidi jenis UREA.
“Saya sudah berkali-kali datang ke kios, tapi pupuk subsidi tidak tersedia, Di toko resmi (kios) pupuk kosong, sementara di pedagang banyak, namun harga nya melambung tinggi,” ujarnya.
Tidak hanya itu, pupuk Subsidi jenis UREA tersebut diketahui dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) per 50kg pupuk UREA, petani dimintai harga Rp150.000 hingga Rp160.000. Padahal HET UREA Rp120.000 per 50kg.
“Harganya melambung tinggi, ini malah tambah menyudutkan masyarakat kecil seperti petani,” ulasnya.
Tidak hanya Nasiri, ketua kelompok tani Desa Karang Entang Abdullah menyebutkan, petani sudah mulai menanam sejak minggu kedua Desember 2023, namun sampai sekarang masih kesulitan untuk mendapatkan pupuk subsidi.
“Kalau begini terus, bisa dipastikan tumbuh kembang tanaman padi akan bermasalah, dan hasil panen juga akan jauh berkurang,” tambahnya.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Bangkalan Muhammad Khotib mengatakan, kelangkaan pupuk subsidi bagi petani seolah menjadi menu rutin tahunan. Lebih lebih saat memasuki masa tanam di musim penghujan.
“Ini baru awal tahun, tidak ada alasan jatah pupuk habis. Tiap awal tahun jatah pupuk diperbaharui yang semestinya quota pupuk masing masing kelompok tani masih utuh, tapi pupuk subsidi di kios dan distributor sulit didapatkan,” katanya, Sabtu (20/1/24).
Khotib menduga distributor dan kios menjadi mafia pupuk yang sesungguhnya. Sebab, selain pupuk yang dibutuhkan petani sulit tersedia, harganya juga jauh di atas HET.
Seringkali pupuk tidak di droping di gudang, namun di droping di tengkulak, bahkan sampai di luar kecamatan.
“Ini juga menjadi bentuk kegagalan kinerja Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Bangkalan,” ulasnya.
Selain tidak bisa memantau langsung ketersediaan pupuk di petani, pemenuhan kebutuhan pupuk subsidi di Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) petani juga tidak sesuai. Banyak warga yang berprofesi petani tidak masuk dalam RDKK, sebaliknya justru warga yang merantau malah masuk dalam RDKK.
“Pembagian kebutuhannya tidak sesuai, kadang yang punya setengah hektar dapat lebih banyak, sementara yang punya lahan satu hektare dapat sedikit,” Tuturnya.
Khotib juga berharap, Aparat Penegak Hukum (APH) bisa lebih berperan aktif mengawasi persoalan distribusi pupuk. Sebab, pupuk merupakan komoditas subsidi yang harus dipastikan tepat takaran dan sasarannya
“Saya harap APH bisa aktif mengawasi tanpa perlu diminta, kasihan jika petani sebagai komunitas inferior selalu teraniaya,” Tutupnya.
“Disinilah peran serta pemerintah daerah dibutuhkan melalui pembinaan, pengawasan dan pengendalian agar hajat kaum mustadh’afin ini dapat terakomodir dengan baik,” pungkasnya.